Kesimpulan
Intensitas radiasi matahari rata-rata di seluruh wilayah Indonesia sekitar 4,8 kWh/m
2 yang berpotensi untuk membangkitkan energi listrik dan dapat digunakan sebagai sumber energi alternatif. Kendala yang dihadapi pada penerapan PLTS di Indonesia adalah tingginya biaya investasi, piranti utama PLTS yaitu modul fotovoltaik masih diimpor dari negara lain dan efisiensi dari modul fotovoltaik hanya sebesar 16% yang menyebabkan harga PLTS per kW masih sangat tinggi.
Oleh karena itu untuk meningkatkan kapasitas terpasang dari PLTS, Pemerintah perlu mengeluarkan regulasi atau menambah kandungan lokal terhadap pembuatan piranti pendukung PLTS. Penambahan kandungan
lokal tersebut akan menekan biaya pembangkitan PLTS sehingga PLTS menjadi lebih beralasan sebagai pembangkit listrik alternatif. Hasil keluaran model MARKAL mengidentifikasikan bahwa pada kasus dasar meskipun biaya investasi
tetap konstan sebesar 1.650 US$/kW, PLTS sejak tahun 2010 dapat bersaing dengan pembangkit listrik lainnya, bahkan setiap periode terjadi kenaikan kapasitas. Hal ini disebabkan pada tahun 2010 PLTD di beberapa wilayah Indonesia, khususnya di wilayah-wilayah terpencil seperti di Maluku, Nusa Tenggara dan Kalimantan kapasitasnya berkurang, sehingga untuk daerah yang berpotensi memanfaatkan PLTS akan menggantikan kekurangan kapasitas PLTD dengan PLTS. Selain kapasitas PLTD berkurang karena umurnya juga karena biaya bahan bakarnya yang semakin mahal
dengan adanya penghapusan subsidi BBM secara bertahap Peningkatan kapasitas PLTS juga dipicu dengan penurunan biaya investasi, sehingga diasumsikan apabila biaya investasi terus menurun di setiap periode (PVCOST), pada akhir periode (tahun 2030)
kapasitas terpasang PLTS diproyeksikan dapat mencapai lebih dari 4 kali kapasitas terpasang PLTS pada kasus dasar. Kenaikan kapasitas PLTS yang tinggi pada akhir periode ini terjadi di wilayah Jawa dan Sumatra. Peranan PLTS di Jawa dan Sumatra disebabkan gas bumi dan bahan bakar minyak sudah terbatas, sehingga gas bumi lebih diutamakan untuk memenuhi kebutuhan industri dari pada untuk pembangkit
listrik. Di Sulawesi, PLTS baru dapat bersaing dengan pembangkit energi lain bila biaya investasi diturunkan hingga di bawah 1.650 US$/kW sebagaimana diasumsikan pada kasus penurunan biaya investasi PLTS (PVCOST). Maluku dan Nusa Tenggara yang kondisi geografisnya terdiri dari kepulauan dengan biaya investasi sebesar 1.650 US$/kW, PLTS sudah dapat bersaing dengan pembangkit lain, dan dengan semakin
menurunnya biaya investasi PLTS, peran PLTS di kedua wilayah itu akan semakin meningkat. PLTS di Papua tidak dapat bersaing dengan pembangkit lain, karena Papua mempunyai beberapa sumber energi (tenaga air, gas bumi, minyak bumi, dan batubara) yang berpotensi untuk menghasilkan listrik melalui PLTA, PLTD, PLTG dan Cogeneration, sehingga semurah apapun biaya investasi, PLTS tetap tidak terpilih. Strategi Penyediaan Listrik Nasional Dalam Rangka Mengantisipasi Pemanfaatan PLTU Batubara Skala Kecil, PLTN, Dan Energi Terbarukan
51 DAFTAR PUSTAKA
1. AusAID – ASEAN, AAECP Energy Policy and System Analysis Project, Third National Policy Study
for Indonesia, The Future Technologies for Power Plant in Indonesian Regions with Particular
Reference to the Use of Renewable Energy and Small Scale Coal Steam Power Plant, 2004.
2. BPPT. Out put model MARKAL
3. Fitriana, I., Evaluation of Socio-Economic Aspects Of Solar Home System Programme
Implementation In Indonesia, 2003
4. Schweizer-Ries, P., Fitriana, I., The BANPRES-LTSMD-Programme, R